First time bondage
Hari ini aku bete banget. Bagaimana tidak, di Ulang Tahun yang ke 23, ini tanpa teman tanpa pacar. Anak-anak kost lagi pulang kampung dan sudah 1 minggu ini pacarku telah menikah dengan wanita pilihan ortunya. Sebenarnya banyak cowok yang mendekati tapi aku masih trauma untuk menerima mereka.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk. Dengan enggan aku buka, ternyata Astrid dan Yuni datang mau meminjam catatan. Menurut kabar yang beredar di kampus mereka itu pasangan lesbian.
“Eh, kalau tidak salah kamu hari ini ultah kan.. selamat ya!”, kata Yuni.
“Makasih Yun”, jawabku malas.
“Kok cemberut sih, harusnya kan hepi” Tanya Astrid.
“Terus yayangmu mana nih?”.
Akhirnya aku ceritakan semua yang membuat hatiku sedih.
“Wah, kasihan.. eh bagaimana kalo kamu ikut ke rumahku, kita bisa senang-senang di sana, benar tidak Yun?”, ajak Astrid.
Tanpa pikir panjang aku ikut mereka. Baru kali ini aku ke rumah Astrid. Ternyata di rumah yang cukup mewah ini, Astrid tinggal berdua dengan Yuni. Orang tuanya berada di luar negeri. Kami lalu ngobrol dan saling becanda. Mereka ternyata asik buat becanda bahkan lebih gila. Mula-mula aku risih melihat mereka sering berciuman mesra di depanku, aku hanya bisa bengong aja melihat tingkah mereka. Ya, mereka benar-benar lesbi. Astrid kemudian mengajak main kartu dengan hukuman bagi yang kalah melepas seluruh pakaian satu persatu dan harus menuruti apa yang diminta pemenang. Di akhir permainan, Astridlah pemenangnya, ia masih mengenakan BH dan celana dalam sedang aku hanya tinggal celana dalam, bahkan Yuni sudah telanjang. Mula-mula aku malu, tapi mereka tenang-tenang saja. Diam-diam aku tertarik juga melihat tubuh mereka yang indah, walau tubuhkupun sebenarnya tidak kalah seksi.
“Nah aku yang menang, sekarang kalian harus siap dihukum. Yun, ambil peralatannya!”, kata Asrid.
Yuni lalu mengambil tas dan beberapa gulung tali dari dalam lemari.
“Untuk apa tali itu?”, tanyaku bingung.
“Kita akan diikat, kamu pernah belum?” kata Yuni.
Aku menggeleng.
“Kalo gitu ini akan jadi pengalaman pertamamu yang mengasikkan”, lanjut Yuni.
“Sekarang bantu aku mengikat Yuni dulu”, kata Astrid.
Kami lalu mengikat Yuni pada sebuah kursi. Astrid mengikat kedua tangan kebelakang juga mengikat tubuh Yuni ke sandaran kursi. Sedang aku mengikat kakinya pada masing-masing kaki kursi secara terpisah. Setelah itu Astrid membuka tas dan mengambil sebuah alat berbentuk bola kecil.
“Apa itu Trid?”, tanyaku.
“Ini namanya ballgag gunanya untuk membungkam mulut”, jelas Astrid.
“Coba kamu pasangkan ke mulut Yuni”.
“Ya, ayo bungkam mulutku, tak usah ragu, yang erat sekalian”, sahut Yuni ketika melihatku ragu.
Aku lalu memasangkan ke mulutnya dan mengekangnya dengan erat, hingga aku yakin Yuni tak dapat mengeluarkan suara lagi. Dalam keadaan telanjang dan terikat tak berdaya seperti itu, aku lihat Yuni tenang-tenang saja bahkan terlihat sangat menikmatinya.
“Sekarang giliranmu, mau pakai borgol atau tali?” Tanya Astrid.
” Terserah kamu, aku menurut saja.”
Asrid mengambil beberapa gulung tali lagi lalu menyuruhku telungkup di kasur. Kemudian ia mengikat kedua tanganku ke belakang, lutut dan pergelangan kakiku juga diikat. Tidak juga itu, tanganku diikatkan lagi dengan kakiku hingga tertarik hampir menyentuh pergelangan kaki. Kata Astrid itu namanya hogtied.
“Gimana, sakit tidak?” Tanyanya.
Aku menggeleng walau sebenarnya sedikit sakit karena ikatan yang sangat erat. Tidak tahu mengapa aku merasakan sesuatu yang aneh dan menyenangkan dalam keadaan tak berdaya begini.
“Aku sumbat mulutmu ya.” Kata Astrid sambil mengambil sebuah bandana.
Akupun diam saja ketika ia membungkam mulutku dengan bandana tersebut.
Selesai mengikatku, Astrid kembali ke Yuni, lalu ia menciumi tubuh Yuni, menjilati kemaluannya dan meremas-remas payudaranya yang montok. Yuni terlihat sangat terangsang dan menikmati permainan itu. Melihat mereka, tidak tahu mengapa aku ikut terangsang juga dan ingin diperlakukan sama seperti itu. photomemek.com Tubuhku menegang menahan gairah. Astrid yang mengetahui hal itu lalu menghampiriku sambil membawa alat suntik.
“Kamu tenang dulu, nanti ada permainan sendiri buatmu yang lebih mengasyikkan. mungkin sebaiknya kamu istirahat, simpan tenaga buat nanti.”
Astrid menyuntikku dengan bius, aku sebenarnya tidak setuju tapi tidak berdaya menolaknya sehingga akhirnya aku tertidur.
Entah berapa lama aku tak sadarkan diri. Ketika terbangun aku terkejut melihat ruang dipenuhi lilin. Juga tidak ada Yuni maupun Astrid. Sedangkan aku kini tidak terikat hogtied lagi tapi dalam posisi berdiri. Kedua tanganku terikat erat keatas, kedua kakiku diikat pada ujung-ujung sebuah tongkat besi hingga mengangkang posisinya. Lebih terkejut lagi ketika aku memperhatikan pakaianku yang aneh. BH yang kupakai pada bagian payudara berlubang hingga payudaraku kencang menyembul keluar juga celana dalamnya pada bagian kemaluan berlubang. Sedang tanganku memakai sarung tangan panjang kakiku telah memakai stocking. Semua pakaian terbuat dari kulit berwarna hitam. Karena bingung aku lalu mencoba memanggil Astrid dan Yuni.
Aku ingin berbicara tapi suaraku tidak bisa keluar terhalang bola di mulut. Ternyata mulutku telah di bungkam dengan ballgag yang tadi digunakan untuk membungkam Yuni. Aku panik dan berusaha melepaskan diri tapi sia-sia, ikatannya terlalu erat tidak mungkin untuk membebaskan diri. Akhirnya pintu kamar terbuka. Astrid masuk.
“Wah.. sudah bangun, lapar ya?”, katanya sambil membawa makanan.
“Mmpphh.. mmpphh..”, jawabku sambil mengangguk.
Astrid lalu melepaskan ballgag yang membungkam mulutku.
“Kamu mau apa lagi? Tolong lepaskan aku dong”, kataku pada Astrid.
“Belum waktunya, aku belum bermain-main sama kamu. Sekarang kamu makan dulu!”.
Astrid lalu menyuapi makanan hingga aku kenyang. Setelah itu dia mengambil ballgag dan berniat untuk memasangkan lagi di mulutku.
“Tidak.. Astrid, aku nggak mau memakai itu, tol.. mmpphh.. mmpphh..”.
Astrid tidak peduli dengan penolakanku dan tanpa kesulitan berarti dia berhasil kembali membungkam mulutku.
“Yuni akan aku bawa kesini, sementara itu kamu lihat film dulu. Ok!”.
Sambil berkata, dia memutar sebuah film yang berisi adegan wanita-wanita yang diikat dan disiksa. Kali ini aku benar-benar takut membayangkan rasa sakit ketika disiksa seperti itu.
Pintu kamar terbuka dan Astrid kembali masuk, kali ini bersama Yuni. Dengan pakaian hitam ketat, Astrid kelihatan sangat cantik, sedang Yuni telanjang hanya mengenakan sarung tangan, stocking dan topeng hitam seperti algojo dalam film itu. Kedua tangan Yuni diborgol dengan rantai panjang dan dilehernya juga terdapat rantai pengekang. Aku tidak tahu permainan apa lagi yang akan mereka mainkan. Yuni dibawa kearahku lalu leherku dipasang pengekang dan diikat dengan ujung satunya dari rantai yang mengekang leher Yuni. Kini leherku dan leher Yuni terikat rantai sepanjang 1 meter. Astrid mengambil cambuk dan mulai mencambuki punggung dan pantatku, sementara tangan Yuni bermain-main dengan payudaraku.
“Mmmpphh.. mmpphh.. mmpphh..”.
Aku cuma bisa mengaduh, tidak tahu karena sakit dicambuk atau keenakan. Benar-benar suatu perasaan yang aneh tapi mengasyikkan. Aku merasakan suatu gairah yang baru pertama kali kurasakan. Selesai bermain-main dengan cambuk, Astrid menyuruh Yuni untuk duduk bersimpuh sehingga kepalanya tepat dihadapan kemaluanku.
Kemudian Astrid mengambil sebuah alat baru yang lebih aneh lagi dan memasangkan di mulut Yuni. Alat itu berbentuk penis, sehingga terlihat dari mulut Yuni keluar sebuah penis tersebut. Dan dengan mulutnya, penis itu dimasukkan ke kemaluanku. Oh.. sungguh nikmat sekali yang aku rasakan. Astrid lalu mengambil jepitan pakaian dan menjepitkan pada kedua payudaraku tepat di putingnya. Sakit rasanya. Kembali aku melotot memprotes tindakannya.
“Mmmpphh.. mmpphh..”, erangku.
Tapi Astrid malah tersenyum senang melihatku kesakitan. Tidak puas dengan itu, Astrid mengambil lilin yang ada di lantai dan meneteskan lelehan lilin panas itu ke tubuhku dan Yuni sambil tertawa-tawa. Sementara Yuni terus saja memainkan penis itu di kemaluanku. Entah berapa lama mereka akan menyiksaku seperti ini. Walaupun lama kelamaan aku bisa juga menikmati siksaan tersebut. Hingga akhirnya tidak kuat menahan rasa sakit dan gairah yang semakin memuncak, aku pingsan tidak sadarkan diri.
Sewaktu sadar, aku berada di kamar dengan ditemani oleh mereka. Tangan dan kakiku juga telah bebas tidak terikat. Tubuhkupun telah mengenakan pakaian seperti ketika datang.
“Selamat pagi..”, Yuni dan Astrid menyapaku sambil tersenyum.
Ternyata sudah pagi, jadi hampir semalaman aku telah diikat dan disiksa mereka.
“Bagaimana keadaanmu, sudah baikan?”, Tanya Yuni.
Aku mengangguk, meski masih sedikit terasa lelah, ketika kuperhatikan tubuhku masih ada bekas cambukan juga di pergelangan kaki dan tangan masih terlihat guratan merah bekas ikatan tadi malam. Sebelum pulang, mereka menawarkan untuk melakukannya lagi di lain waktu.
“Bagaimana, kami tidak memaksa.. tapi jangan kamu sebarkan hal ini”, Kata Astrid sambil menyerahkan kaset video.
Ternyata diam-diam mereka telah merekam semuanya. Sampai aku pulang, aku belum memberikan jawaban. Yang pasti kalau menginginkannya lagi aku yang akan menghubungi mereka.
Suatu malam tiba-tiba aku ingin melihat rekaman itu, melihat kejadian-kejadian ketika aku diikat dan disiksa, membuat gairahku muncul dan menginginkannya lagi. Kemudian aku ambil telepon.
“Astrid, Yuni.. kapan kalian akan mengikat dan ‘menyiksa’ku lagi..??”.
,,,,,,,,,,,,,,,,,
Tamat